Revolusi Logika

C Donny Putranto
2 min readDec 13, 2017

Saya baru saja kembali dari luar Indonesia beberapa hari yang lalu. Setelah dua tahun terakhir tinggal di luar Jakarta dan di beberapa negara, saya cukup terkejut saat kembali ke rumah. Terkejut bukan karena hujan. Terkejut bukan karena macet — yang tidak berubah sejak dulu.

Namun, saya terkejut karena masih banyak perbaikan jalan serta galian kabel listrik di pinggir jalan. Sejak saya masih kecil, orang tua saya selalu berkata bahwa apabila akhir tahun, hampir dapat dipastikan akan ada banyak perbaikan jalan dan/atau galian apapun. Mereka berkisah bahwa kegiatan “pelayanan publik” ini dilakukan karena sudah menjelang akhir tahun dan pemerintah harus menghabiskan anggaran.

Saya masih ingat bertanya apa alasannya anggaran harus dihabiskan. Ibu saya menjelaskan bahwa bila tidak dihabiskan, maka anggaran tersebut akan dipotong untuk tahun berikutnya karena dianggap tidak terserap.

Penjelasan singkat tersebut sangat membingungkan, apalagi perbaikan jalan dan galian di pinggir jalan sangat sering membuat macet. Belum lagi cuaca akhir tahun di Indonesia yang umumnya akan sering hujan dan berangin. Jakarta yang sudah macet menjadi semakin macet karena adanya hujan, perbaikan jalan, dan galian kabel.

Rumus singkatnya sebagai berikut. Jakarta macet + hujan angin + genangan air (atau banjir, tergantung pandangan politik) + perbaikan jalan + galian kabel = minimal 3 jam macet di jalan.

Makanya, saya tak habis pikir pelayanan publik kok justru menyusahkan publik. Sebenarnya siapa yang menjadi pelayan publik dan siapa yang harusnya dilayani? Mengapa pelayanan publik justru lebih menyusahkan publik? Bagaimana logikanya? Sudah tahu akhir tahun cuaca tak menentu, malah ditambah dengan perbaikan jalan dan galian kabel hanya “demi” menghabiskan anggaran.

Sepertinya tidak cukup revolusi mental saja. Perlu ada revolusi logika juga, bung dan nona.

--

--